Senin, 20 Januari 2014

A. Empowerment stress dan konflik


 

A. Empowerment stress dan konflik
Pemberdayaan (empowerment) mempunyai beberapa pengertian. Menurut Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata empower mengandung dua arti. Pertama adalah pengertian to give ability or to enable, yaitu memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas pada fihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua diartikan sebagai upaya memberi kemampuan dan keberdayaan. Memberi daya dimana daya ini dimaksimalkan sebagai daya hidup mandiri.Konsep empowerment telah mengubah konsep pembangunan dan sekaligus strategi bagaimana mengentaskan kemiskinan khususnya di pedesaan. Perubahan ini sering disebut orang sebagai perubahan paradigma atau serangkaian perubahan mulai dari tataran konsep, teori, nilai-nilai, metodologi sampai ke tataran pelaksanaannya.

Terdapat beberapa sumber-sumber stress yang dapat mengganggu kesehatan psikis manusia. Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan stressor. Stressor dapat berwujud dan berbentuk fisik, seperti polusi udara dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial. Pikiran ataupun perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Lazarus & Cohen (1984) mengklasifikasikan stressor kedalam tiga kategori, yaitu:
Catacysmic Event
Fenomena besar atau tiba–tiba terjadi, seperti kejadian–kejadian penting yang mempengaruhi banyak orang seperti bencana alam.
Personal Stressor
Kejadian–kejadian penting mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti kritis keluarga.
Background stressor
Pertikaian atau permasalahan yang bisa terjadi setiap hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.
Sarafino (1998) membagi tiga jenis sumber stres yang dapat terjadi pada kehidupan individu:
Sumber yang berasal dari individu
Ada dua cara stres berasal dari individu. Pertama adalah melalui adanya penyakit. Penyakit yang diderita individu menyebabkan tekanan biologis dan psikologis sehingga menimbulkan stres. Sejauh mana tingkat stres yang dialami individu dengan penyakitnya dipengaruhi faktor usia dan keparahan penyakit yang dialaminya. Cara kedua adalah melalui terjadinya konflik.\Konflik merupakan sumber yang paling utama. Didalam konflik individu memiliki dua kecenderungan yang berlawanan : menjauh dan mendekat.
Individu harus memiliki dua atau lebih alternatif pilihan yang masing–masing memiliki kelebihan dan kekuhrangannya se ndiri. Keadaan seperti ini banyak dijumpai saat individu dihadapkan pada keputusan–keputusan mengenai kesehatannya.
Pengertian Konflik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.
JENIS –JENIS KONFLIK

Terdapat berbagai macam jenis konflik, tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, dan sebagainya.

A. Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430) membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik disfungsional (Dysfunctional Conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.

Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu, tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, maka konflik tersebutdikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka konflik tersebut disfungsional.

B. Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam macam, yaitu:
1) Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemampuannya.
2) Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu yang satu dengan individu yang lain.
3) Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok tempat ia bekerja.
4) Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5) Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.

C. Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam Struktur Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi. Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang setingkat.
3) Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4) Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan. Di samping klasifikasi tersebut di atas, ada juga klasifikasi lain, misalnya yang dikemukakan oleh Schermerhorn, et al. (1982), yang membagi konflik atas: substantive conflict, emotional conflict, constructive conflict, dan destructive conflict.

http://carideny.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-konflik-penyebab-konlik.html
http://www.psychologymania.com/2012/12/sumbersumber-stres.html