Rabu, 28 Mei 2014

RATIONAL EMOTIVE THERAPY



A. Konsep Dasar
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional.
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
1.                Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang.
2.                Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif.
3.                Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Sebagai contoh, “orang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri.
Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Tujuan Konseling
1.                Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
2.                Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
Tiga tingkatan insight yang perlu dicapai klien dalam konseling dengan pendekatan rasional-emotif :
1.                Insight dicapai ketika klien memahami tentang tingkah laku penolakan diri yang dihubungkan dengan penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) pada saat yang lalu.
2.                Insight terjadi ketika konselor membantu klien untuk memahami bahwa apa yang menganggu klien pada saat ini adalah karena berkeyakinan yang irasional terus dipelajari dari yang diperoleh sebelumnya.
3.                Insight dicapai pada saat konselor membantu klien untuk mencapai pemahaman ketiga, yaitu tidak ada jalan lain untuk keluar dari hembatan emosional kecuali dengan mendeteksi dan melawan keyakinan yang irasional.
Klien yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal :
(1) minat kepada diri sendiri,
(2) minat sosial,
(3) pengarahan diri,
(4) toleransi terhadap pihak lain,
(5) fleksibel,
(6) menerima ketidakpastian,
(7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
(8) penerimaan diri,
(9) berani mengambil risiko,
(10) menerima kenyataan.

Pendekatan konseling rasional emotif menggunakan berbagai teknik yang bersifat afektif, behavioristik, dan kognitif yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut.
1. Teknik-Teknik Emotif (Afektif)
a.       Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri klien.
Konselor              : “Kamu pasti bisa hidup tanpa dia, karena di dunia ini masih banyak   orang yang sayang sama kamu”
Klien     : “Iya Bu, tetapi bagaimana caranya?”
Konselor              :”Kamu bisa melakukan aktifitas yang kamu sukai sehingga pikiran kamu bisa tenang dan kamu bisa semangat lagi”
Klien     :”Iya Bu, saya akan berusaha untuk menghadapi ini semua dengan kumpul sama teman-teman, main futsal, atau ngeband dengan teman-teman saya”
b.      Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.
Konselor              :”Disini nanti kita akan bermain peran, dimana kamu dapat mengungkapkan kekecewaan kamu dan kemauan kamu demi kebahagiaan kamu nantinya”
Klien                            :”Terus apa yang harus saya lakukan Bu?”
Konselor                   :”Kamu bisa menganggap saya sebagai orang yang ingin kamu marahi, dan katakan semua yang ingin kamu ungkapkan selama ini”
Klien                           :”Baik Bu, saya mengerti”
c.       Imitasi
Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif.
Konselor              :”Coba kamu lihat Bu Arum, guru matematika yang selalu sabar dalam mengajarkan pelajaran kepada murid-muridnya, ia selalu tersenyum dan semangat dalam menghadapi murid-muridnya yang selalu seenaknya sendiri”
Klien                           :”Apakah saya bisa sabar seperti beliau?”
Konselor                   :“Kamu pasti bisa untuk sabar dalam menghadapi kenyataan seperti halnya Bu Arum”
2.      Teknik-teknik Behavioristik
a.       Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal (reward) ataupun hukuman (punishment). eknik ini dimaksudkan untuk membongkar sistem nilai dan keyakinan yang irrasional pada klien dan menggantinya dengan sistem nilai yang positif.  Dengan memberikan reward ataupun punishment, maka klien akan menginternalisasikan sistem nilai yang diharapkan kepadanya.
b.      Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah laku-tingkah laku baru pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
3.      Teknik-teknik Kognitif
Terapis kognitif memperlakukan klien mereka dengan terapi yang disebut restrukturisasi kognitif. Hal ini juga disebut reframing kognitif. Klien yang memiliki pikiran irasional diajarkan untuk melihat situasi mereka dari perspektif yang berbeda. Albert Ellis memulai terapi disebut rasional-emotif terapi. Dia percaya bahwa emosi berada di balik pikiran irasional yang manusia miliki. Terapis kognitif akan berusaha untuk mengubah cara klien mereka pikirkan atau rasakan jika pikiran dan perasaan membawa mereka sRational Emotive Therapys dan cemas, memimpin mereka untuk membuat keputusan yang buruk, atau melompat ke kesimpulan yang salah.
 
a.       Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang diharapkan.
Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan
Pelaksanaan home work assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu pertemuan tatap muka dengan konselor
Teknik ini dimaksudkan untuk membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.
Konselor              :”saya akan memberikan kertas ini sama kamu dan kamu isi kolom yang kosong dengan memberikan kata “ya” atau “tidak”, lalu kamu tunjukkan kertas ini pada saat kamu bertemu dengan saya, tujuannya yaitu agar kamu dapat melatih sikap kamu menjadi lebih baik”
Klien                    :“Iya Bu, saya mengerti”
b.      Latihan assertive
Teknik untuk melatih keberanian klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
Maksud utama teknik latihan asertif adalah :
·         mendorong kemampuan klien mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya;
·         membangkitkan kemampuan klien dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hak asasi orang lain;
·         mendorong klien untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri; dan meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku-tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri.
Konselor              :”Ayo, kamu pasti bisa mengungkapkan semua perasaan kamu, anggaplah saya sebagai orang yang ingin kamu marahi dan katakan semua kekecewaan kamu dan keinginan kamu”
Klien                    :”Saya kurang yakin untuk melakukan hal itu.”
Konselor              :”Setelah kamu mengungkapkan semuanya maka paling tidak kamu bisa merasa tenang”
Klien                    :”Iya Bu, akan saya coba”

Daftar pustaka
http://zhilvia-zhilvia.blogspot.com/2012/12/rational-emotive-therapy.html

0 komentar:

Posting Komentar